Tepatnya 16 tahun yang lalu, entah apa yang ada di pikiran anakku Widya, karena ingin mendapatkan persetujuan dari kami dan keluarga pria yang dia cintai, mereka nekat melakukan hal yang membuat diri mereka melakukan kesalahan dan hanya akan berakhir dengan sebuah penyesalan. Harapan mereka untuk mendapatkan restu justru membuat kedua belah pihak keluarga semakin mengekang hubungan mereka.
Ketika widya hamil, tak satu pun dari pihak pria yang dia cintai mengakui perbuatan mereka, bagi mereka anak kami lah yang bersalah sepenuhnya, karena meskipun tidak mendapat restu, mereka menuduh anak kami yang merayu putra nya. Sedihnya lagi putra mereka tidak di ijinkan bertemu dengan putriku widya, justru mereka mengirim putranya keluar negeri ke negara malaysia untuk kuliah disana, perasaanku sangat sakit, bagaikan hatiku di sayat-sayat dengan pisau yang tajam, sebab putriku telah ternodai, dan pria yang seharusnya bertanggung jawab malah pergi meninggalkannya, meskipun begitu aku tidak boleh menunjukkan rasa sedih dan kecewaku kepada anakku sendiri, biar bagaimanapun saat ini widya butuh seseorang yang mampu membuat dia bertahan dan bersabar atas semua kesalahan yang harus dia tanggung di pundaknya.
Selama 9 bulan dari kehamilannya untuk menutupi aib, aku dan widya pindah ke daerah kampung halaman, yang rentan tidak begitu ramai penduduknya. Dengan izin dari suami, aku meninggalkan mereka untuk beberapa saat, setelah widya melahirkan mungkin kami akan kembali ke kota. Saat kami menetap selama 1 tahun di kampung halaman, banyak penduduk yang menanyai suami widya berada dimana, aku dan widya sudah sepakat sebelumnya jika ada orang yang bertanya tentang siapa suami widya dan ayah dari anak yang dikandungnya kami akan menjawabnya kalau suami widya sudah meninggal, ketika dia bekerja di luar kota. Karena kami penduduk baru, maka warga disekitar percaya dengan jawaban kami, maka waktu 1 tahun kami berada di kampung tidak terasa berat.
1 tahun pun berlalu aku dan widya ingin kembali ke kota, sudah sangat lama aku tinggalkan suami dan 2 orang anakku yang lainnya, namun entah apa lagi yang ada di pikiran widya.
"Ibu, aku benar-benar minta maaf, sebab aku telah menyusahkanmu bu, begitu bodohnya aku, sehingga aku memberikan harta yang sangat berharga yang Allah berikan padaku, justru aku berikan kepada pria yang sama sekali belum sah menjadi suamiku, berharap semua orang akan merestui hubungan kami, justru malah membuat awal derita buatku bu" ucap widya padaku.
"Sudah lah nak, yang penting kau dan bayimu sehat, tak usah pikirkan apa pun lagi, sekarang bertaubatlah, dan pikirkan tentang masa depanmu dan anakmu kelak, tak usah kau pikirkan lagi pria yang dengan tega meninggalkanmu begitu saja. Jika memang dia mencintaimu, dia akan menolak jika dikirim ke malaysia oleh orang tuanya" nasehatku pada widya.
"Ibu aku tak punya muka kalau kembali dalam keadaan seperti ini, aku ingin pergi merantau. Aku akan bekerja mencari uang untuk menafkahi anakku, aku mohon bu, rawatlah anakku seperti ibu merawat kami sewaktu kami kecil, aku ingin mandiri, aku ingin berkarir dan membawa ibu,ayah dan adik-adik dirumah pindah, dan kita memulai kehidupan yang baru, kehidupan yang lebih baik lagi bu" pintanya.
"Baiklah nak, jika itu keinginanmu lakukanlah, ibu merestui niat baikmu, tapi ingat dimana pun kau berada, jangan pernah kecewakan ayah dan ibu, jangan pernah melakukan kesalahan untuk yang kesekian kalinya lagi, jika hal ini terulang kembali, ibu tak akan memaafkanmu nak" ucapku.
"Aku janji bu, tak kan mengulangi kesalahan dan kebodohan lagi seperti yang dulu" jawab widya.
Lalu widya pun pergi meninggalkanku dan putrinya, dan aku pun pergi pulang ke kota. Seiring berjalannya waktu anak widya tumbuh semakin besar, dan sekarang dia sudah berusia 2 tahun, dia sudah pandai berbicara ini dan itu, dan ketika mega (nama dari putrinya widya) bermain dengan teman-temannya, semua temannya di jaga oleh ibu-ibu mereka, saat pulang teman-teman mega memanggil ibu mereka dengan sebutan ibu, saat itu juga mega yang semakin tumbuh menjadi anak yang bijak bertanya kepadaku.
"Apa itu ibu? Apakah aku punya ibu? Kenapa mereka semua selalu dijemput dengan ibu? Kenapa aku selalu dijemput dengan nenek?" Tanya mega padaku.
Tak tega melihat wajah polos mega, aku pun jadi teringat pada widya, namun aku tak ingin membuat mega kecil hati.
"Sayang ibu itu adalah seorang wanita yang melahirkanmu, menjaga dan merawatmu hingga sekarang nak, dan mega juga punya ibu" jawabku.
Dengan spontan mega langsung menjawab "oh berarti aku harus panggil nenek ibu, karena selama ini kan aku bersama dengan nenek" (sambil tersenyum manis).
Tak tahan aku melihat senyum polosnya itu, aku pun tak bisa berkata-kata lagi, dan semenjak kejadian itu mega selalu memanggilku ibu...ibu...dan ibu, hingga dia beranjak usia 10 tahun.
10 tahun berlalu, tiba-tiba ada mobil yang parkir di depan rumah, tak lama kemudian ada seorang wanita yang berparas cantik, berpakaian elegan menghampiri kerumah.
"Assalamualaikum, ibu" (sambil memelukku)
"Waalaikumsalam, siapa kamu?" Tanyaku.
"Ibu ini widya, apa ibu lupa sama anak sendiri?" (Sambil tersenyum)
Aku pun memperhatikannya dari atas hingga ke bawah dirinya.
"Astaghfirullah widya, anakku sayang, gimana kabarmu nak?" (Aku memeluk widya) "rindu ibu, begitu juga dengan ayah dan adik-adikmu, terlebih lagi mega, dia sangat senang pasti jika melihatmu" ucapku.
"Mega? Apa dia putriku bu? Dimana dia sekarang?" Tanya widya.
Tiba-tiba mega datang, dan dia langsung menghampiri kami.
"Ibu ada tamu y? Mega buatkan minum dulu ya bu" ucap mega.
Tersentak hati widya pada saat itu, spontan dia langsung memeluk mega, perasaan rindu yang teramat dalam dia rasakan terhadap putrinya, mega pun heran dan tak mengerti kenapa widya memeluknya. Aku pun menyuruh mereka duduk dan perlahan aku mengatakan yang sebenarnya kepada widya dan putri.
"Widya, mega kalian adalah bagian dari hidupku, aku tak ingin diantara kalian terjadi salah paham, widya, dia mega anak yang kau lahirkan 10 tahun yang lalu, sekarang usia nya sudah 10 tahun, pada saat dia mulai pintar berbicara, dia selalu mempertanyakan ibunya, agar dia tidak kecewa padamu dan ibu tak ingin wajah polosnya menjadi bersedih, ibu mengatakan ibu adalah seorang wanita yang melahirkan, merawat dan membesarkanmu, dan semenjak itu mega memanggil ibu dengan sebutan ibu juga, karena baginya ibu lah yang selalu merawatnya selama ini. Dan mega ini ibu kandungmu, yang sebenarnya dia lah yang mengandung dan melahirkanmu, meskipun dia tidak sempat membesarkanmu, tapi dia sangat menyayangimu, selama ini dia selalu memberikan yang terbaik buatmu, sekolah dan kehidupanmu sehari-hari selalu di kirim ibu mu, meskipun tidak langsung dia memberikannya padamu" ucapku pada mereka.
"Aku mengerti ibu, aku tidak akan mempertanyakan apa sebabnya menjadi begitu, tapi yang aku tau ibu sangat menyayangiku, meskipun begitu aku tetap memanggil ibu, karena ibu lah yang merawatku selama ini, dan ini juga ibuku (sambil memeluk widya) yang sudah mengandung dan melahirkanku, aku sangat berterima kasih kepada kedua ibu hebatku ini" (sambil tersenyum) ucap mega.
Lalu hari bahagia itu pun telah tiba, widya mengajak kami semua pindah kerumah impiannya, yang sudah dia persiapkan bertahun-tahun lamanya.
Dan sekarang kami hidup bahagia, dengan kebahagiaan itu aku punya anak tapi bukan anakku melainkan dia adalah cucuku, bersama suami dan 3 orang anakku yang lainnya, kami hidup sangat bahagia.
Writter by: N. Yahya
0 Response to "Anakku Bukan Anakku"
Post a Comment