Anak Pertama Ayah

Terasa sangat kaku tangan dan kaki ku ini, rasanya badanku pun sudah tidak sanggup lagi dan sudah tidak kuat lagi seperti dahulu, dimana aku 28 tahun lalu menikahi seorang gadis yang berparas cantik, berhati mulia, bersifat bersahaja dan bersabat, dia juga rajin beribadah, karakter seperti inilah yang mampu membuat hatiku untuk berkeinginan meminang gadis itu. Alhamdulillah dan sangat bersyukur aku dapat menikah gadis itu, tak dapat aku mengutarakan dengan kata-kata rasa syukurku kepada Allah.

Seiring berjalannya waktu, satu bulan telah berlalu dari pernikahan kami, alhamdulillah istriku hamil, rasa syukur dan perasaan senang tiada tara terlihat dari wajahku. 

"Bunda, tolong jangan terlalu capek dirumah, jaga makanan dan minuman bunda" ucapku.

"Ayah tidak usah khawatir, insyaallah bunda selalu jaga amanah yang diberikan Allah kepada kita" jawab istriku.

"Baiklah bunda, Ayah pergi kerja dulu, semoga semakin banyak ayah mendapatkan rezeki hari ini buat Bunda dan calon anak kita" ucapku.

cerpen Anak Pertama Ayah Dan aku pun bekerja dengan penuh semangat, selalu muncul dalam pikiranku anakku akan segera lahir, meskipun aku harus menunggu dalam 9 bulan lamanya, tapi perasaan yakin diriku akan menjadi seorang Ayah, semakin hari semakin kuat, perasaan yang tidak sabar selalu menghantui diriku, dimana nantinya anakku akan memanggilku Ayah.

Dengan berlalunya waktu hari demi hari, minggu demi minggu, bulan dan demi bulan, alhamdulillah tiba saatnya menunggu hari kelahiran anakku, sudah banyak yang aku persiapkan bersama istriku, dari mulai pakaian bayi, bedan, baby oil, popok, dan khusus untuk tempat tidurnya aku membuatkan sendiri dari tanganku sendiri, aku ingin anakku merasa nyaman tidur di kasurnya, karena dibuat oleh tangan Ayahnya sendiri dengan penuh rasa cinta. 

"Subhanallah Ya Rob sakit sekali" terdengar suara istriku yang merintih kesakitan, aku pun bergegas menghampiri istriku.

"Bunda ada apa? apanya yang sakit?" tanyaku.

"Ayah perut Bunda sepertinya sudah kontraksi, sepertinya Bunda sudah mulai ingin melahirkan, bawa Bunda segera ke klinik terdekat saja Ayah, jujur Bunda sudah tak tahan menahannya" ucap istriku sambil mengelus perutnya.

Aku pun segera membawa istriku ke klinik di dekat rumah, dan langsung bertemu dengan salah satu suster disana.

"Maaf pak, silahkan bapak tunggu saja di ruang tunggu, sampai istri bapak melahirkan" ucap suster itu kepadaku.

Akan tetapi sudah 1 jam berlangsung proses persalinannya, namun istriku belum kunjung melahirkan juga, dan salah satu suster yang berada di ruang persalinan keluar dan menghampiriku.
"Maaf pak, bapak suami dari ibu Rida?" Tanyanya kepadaku.

"Iya suster saya suaminya, kenapa, dan bagaimana keadaan istri saya di dalam sana?" Tanyaku.

"Bapak silahkan saja masuk, sepertinya istri bapak ingin didampingi proses persalinannya" ucap suster. 

Aku pun segera masuk ke dalam, dan menemani istriku yang sedang melahirkan, Subhanallah aku sangat takjub dengan kekuasaan Allah, aku dapat melihat langsung proses persalinan istriku, dan seketika aku pun teringat kepada ibuku, beginikah susahnya ibu melahirkanku? beginikah rasa sakit yang di derita ibu ketika melahirkanku, sungguh besar perjuangan seorang ibu untuk bisa melahirkan seorang anak ke dunia, hingga mempertaruhkan nyawanya sendiri. 

Aku pegang kuat tangan istriku, dan dia pun perlahan mengambil nafas dan mengedan sekuat mungkin untuk dapat segera mengeluarkan anak kami.

"Ayo bu, ngeden lagi...sudah mau keluar bu, kepala si bayi sudah kelihatan, sedikit lagi bu" kata dokter kepada istriku.

Alhamdulillah Ya Allah istriku sudah melahirkan seorang anak, begitu kepala anak kami keluar dengan leluasa seluruh badannya pun ikut keluar.

"Selamat ya pak, anak bapak perempuan, dan dia sangat cantik, mirip ibunya" ucap dokter kepadaku. 

Kemudian dokter itu memberikan anak kami untuk aku gendong, dan aku memperlihatkan anak kami kepada istriku yang sekarang kondisinya sudah lemas tak berdaya, karena mengeluarkan tenaga yang begitu banyak ketika melahirkan anak kami, lalu aku pun mengqomatkan anakku sesuai dengan ajaran agama kami. Kemudian aku pun memberikan anakku kepada suster untuk segera dibersihkan dari darah yang ada disekujur tubuhnya, hanya selang beberapa menit rekan kerabat dan teman-teman pun datang untuk melihat anakku yang telah lahir.

Senang dan bahagia perasaanku, aku dapat melihat dia tumbuh dari masa bayi, di mulai dia bisa menangis, tertawa, tersenyum, mengigau, telungkup, merangkak, duduk, berdiri, dan berbicara, subhanallah, aku sangat bahagia bersama istriku kami silih berganti untuk dapat menidurkan anakku yang selalu ingin tidur di ayunan, pagi hingga sore, selalu Bunda yang mengayunnya, dan aku mendapat giliran di malam hari untuk selalu mengayunnya, hal ini kami lakukan selalu hingga istriku melahirkan anak kami yang ke-2 dan anak yang ke-3, alhamdulillah setiap tahunnya istriku melahirkan anak-anak kami yang lucu dan setelah dewasa mereka menjadi anak-anak yang cantik.

cerpen ibunda Anak Pertama Ayah
Akhirnya tiba saatnya anak-anakku bersekolah, dengan biaya seadanya, aku sangat bersyukur anakku selalu mendapatkan beasiswa, sehingga dapat meringankan bebanku dalam biaya sekolah mereka, aku pun sangat bersyukur mereka tidak pernah menuntut banyak hal kepadaku, dari mereka kecil hingga saat ini, mereka selalu mensyukuri apa yang mereka peroleh, bersekolah pun mereka mengenakan tas buatan tanganku sendiri, bahagianya dengan bangganya mereka selalu membanggakan tas buatanku kepada teman-teman mereka, karena sebisa mungkin hal-hal yang dapat ku buat dengan tanganku sendiri, aku berikan kepada anak-anakku. Semakin tahun anakku semakin tambah dewasa, aku selalu menuntut dia (anakku yang pertama) untuk dapat selalu menjadi panutan buat adik-adiknya, dia selalu memberikan contoh yang baik, dari segi agama, pendidikan, sikap dan perilaku kepada adik-adiknya, sampai akhirnya dia pun dewasa dan sudah memiliki sikap dan prinsip yang keras sepertiku dan penyabar seperti ibunya, dia pun meraih kesuksesan dengan karir yang dia peroleh saat ini.

"Ayah, bolehkan aku berbicara sebentar?" Ucap ida anak pertamaku.

"Ya sayang, ingin bicara apa?" Tanyaku.

"Ayah, usiaku saat ini sudah 26 tahun, bolehkah aku meminta sesuatu kepada ayah?" Tanyanya.

"Kau inginkan apa? Ayah harap kau bisa berpikir sendiri nantinya, apakah Ayah sanggup atau tidak untuk penuhi permintaanmu itu" jawabku.

"Ayah, aku ingin menikah dengan seorang pria yang baik, dia bekerja, dan dari keturunan yang baik juga, ijinkan aku untuk menikah ayah." Pintanya.

Sejenak aku terdiam dan termenung, akankah ini saatnya aku harus melepaskan putri ku, anak pertama yang sangat aku sayang, harapan dan kebahagiaan dalam hidupku sepenuhnya ada pada dirinya, aku sadar aku tak dapat menahan dia terus berada disampingku, suatu saat dia akan pergi bersama pria yang dia cintai untuk membina rumah tangga.

"Suruh pria itu datang ke hadapanku, untuk berbicara kepada ayah dan ibu atas niat baiknya ingin menikahimu" jawabku. Lalu keesokan harinya Ida membawa pria itu ke hadapanku, bersama dengan keluarganya, dia langsung meminang anakku, dan di sela pembicaraan kami, langsung lah ada keputusan niat baik pernikahan akan segera di langsungkan dalam waktu 1 bulan ini.

Dan pada akhirnya tiba lah dimana aku harus melepaskan anak kesayanganku itu untuk segera menikah, dengan tangan gemetar, jantung berdetak kencang, disaat ijab kabul, aku menikahkan anakku dengan seorang pria bernama Radit. Aku yakin kelak dia dapat membahagiakan anak kesayanganku itu. 

Usai dari acara pesta pernikahan anakku, tak lama kemudian mereka pun pergi kerumah baru mereka, disanalah mereka hidup berdua, dan anakku memulai kehidupan barunya menjadi seorang istri, bukan hanya seorang anak lagi, aku pun sadar semua anak gadisku akan pergi meniggalkan rumah dikala mereka sudah menikah, dan satu persatu dari mereka, aku harus merelakannya.

"Assalamualaikum Ayah" terdengar suara di depan pintu yang menyadarkanku dari lamunanku itu.

"Waalaikumsalam" jawabku sambil menuji ke arah pintu rumah.

"Ida, kau datang nak, masuklah sayang" ucapku.

Dan dia memeluk dan menciumku, kebiasaan dia dari kecil, bahkan setelah menikah untuk selalu memeluk dan menciumku tiap berjumpa, dan dia memberiku seorang cucu yang kini aku sedang menggendongnya. Dia anak pertamaku yang memberikan awal kebahagiaan dalam hidupku setelah aku menikah dengan wanita yang aku cintai, dan kini dia memberikan cucu pertama kepadaku.

Related Posts:

0 Response to "Anak Pertama Ayah"

Post a Comment