Surat Terakhir Ayah

Sore ini entah kenapa pikiranku tak karuan, hari ini aku tak begitu konsentrasi dalam menggunakan gitar disaat kami latihan band.

"Kenapa denganmu dre?" Aji bertanya padaku.
"Entahlah aku pun tak tau, hanya saja aku kepikiran dengan ayahku." Jawabku.

Aku baru ingat sudah seminggu ayah dirawat dirumah sakit, namun tak pernah ada waktuku untuk bisa menjenguk ayah, karena kesibukanku dengan kuliah dan ngeband, karena dikampus akan mengadakan festival band, jadi kami pun fokus latihan dengan mempersiapkan lagu yang akan kami tampilkan nantinya.

"Ayahku sakit, sudah 1 minggu ini, aku belum ada berkunjung jenguk ayah dirumah sakit, padahal ibu selalu mengingatkanku untuk kerumah sakit." Ucapku kepada teman-temanku.

"Wah, parah kali sih kamu jadi anak, kenapa gak jenguk ayahmu? Kenapa gak kabari kita-kita? Sakit apa ayahmu dre?" Tanya heru kepadaku.

"Aku merasa ayah sakit cuma sakit biasa aja, sakit demam dan batuk aja, makanya aku tidak beri kabar ke kalian semua, sebab kita kan harus fokus latihan, lagian aku berpikir ayah akan secepatnya kok keluar dari rumah sakit, tapi aku heran juga sudah 1 minggu ayah di rawat inap dirumah sakit." Ucapku.
"Sebaiknya kita sekarang istirahat dulu latihannya, percuma juga kita lanjutkan, kalau ada yang tidak fokus dalam latihan, kita jenguk ayahmu dulu dre, supaya kau bisa tenang latihannya." Usul Restu kepadaku.

Saat itu juga, aku, restu, aji dan heru bergegas pergi kerumah sakit, dan setibanya dirumah sakit, aku melihat tidak ada ayah lagi disana, apakah ayah sudah pulang, kenapa tidak ada satu pun orang yang memberi kabar padaku.

"Maaf sus, saya mau tanya pasien yang bernama bapak Rahardji di rawat dikamar yang mana ya?" Tanyaku pada salah satu suster yang berjaga disana.

"Oh bapak rahardji sudah keluar dari rumah sakit, sejak kemarin mas." Jawab suster itu padaku.
"Sudah keluar, apakah beliau sudah sembuh, makanya diperbolehkan keluar?" Tanyaku.

"Disini tercatat kalau beliau sendirilah yang meminta untuk dirawat jalan atau dirawat dirumah saja mas, padahal kondisi beliau masih belum ada perkembangan sama sekali." Jawab suster.
"Oh begitu, makasih ya sus." Ucapku.


Tapi entah kenapa dari keterangan suster itu semakin membuatku khawatir, aku segera menelpon adikku Rita tapi tidak diangkat, bahkan aku menelpon kerumah, tapi tidak diangkat juga. Hal ini semakin membuat hatiku gelisah, aku memutuskan untuk kembali pulang, dan teman-temanku ikut serta denganku.



Setibanya dirumah, sungguh kaget, kenapa begitu banyak orang yang datang kerumah, ketika aku masuk, aku melihat Rita menangis lalu masuk ke kamar ayah dan ibu, aku pun segera menyusul masuk juga, tersentak aku melihat suasana di dalam kamar, innalillahi wainnailaihi rojiun, ayahku sudah meninggal saat aku tiba disana.

Aku langsung peluk ayah, kenapa secepat ini, kenapa ayah pergi tinggalkan kami semua, ucapku dalam hati.

"Kenapa kamu baru pulang nak? Kenapa kamu tak pernah mau datang disaat ayah memanggilmu, kenapa disaat dia baru menghembuskan nafas terakhirnya, kau datang kesini?" Ucap ibu.
Aku tak dapat berkata apa-apa lagi, aku hanya dapat mengucapkan kata maaf pada ibu.

"Maafkan andre bu, andre tidak mengira kalau ayah akan secepat ini pergi meninggalkan kita." Ucapku.

"Simpan saja ucapan maaf abang kepada kami, sebab permintaan maaf abang tak kan membuat ayah kembali di sisi kita, saat ayah ingin bertemu, abang tak kunjung datang, ketika abang datang, ayah langsung hembuskan nafas terakhirnya, hanya kedatanganmu lah yang ditunggu-tunggu ayah selama ini." Ucap Rita kepadaku.

Aku hanya bisa menunduk terdiam dan menangis, menyesali semua perbuatanku selama ini kepada ayah, semua perkataan Rita padaku memang benar adanya, aku tidak mempedulikan ucapan ibu yang ingin aku menjenguk ayah, namun penyesalanku tak dapat membuat ayah kembali lagi.

Setelah ayah selesai dikebumikan, dan kami pun selesai tahlilan dirumah, aku masuk kembali kedalam kamar ayah, aku pandangi foto ayah ketika masih ada bersama kami, teringat semua kenangan disaat ayah selalu ada untuk kami, betapa bahagianya aku, tapi disaat ayah sakit, aku justru sibuk dengan urusan kampus dan band yang selama ini aku lakukan, maafkan aku ayah, maafkan aku, sambil menangis aku ucapkan itu dan aku pun mengelus tempat tidur dimana ayah tidur selama ini, yang sekarang tidak akan pernah ada lagi ayah tidur di tempat tidur ini, akan tetapi di balik bantal ayah terselip selembar kertas, aku ambil kertas itu lalu aku baca.

"Andre, ayah sangat tau kau sangat sibuk diluar sana nak, sibuk dengan urusan ilmu dan duniawimu, ayah mengerti dengan hobimu yang suka bermusik, tapi apakah kau tidak rindu ayah nak? Ayah rindu padamu, sudah 1 bulan kau tak pulang kerumah, karena sibuk dengan band mu itu, kau selalu menginap dirumah temanmu, ayah tak melarangmu untuk hal-hal positif yang kau lakukan diluar sana, hanya saja, janganlah kau pernah lupakan kami disini, dan juga jangan pernah lupa akan ibadah nak. Mungkin saat kau membaca surat ayah, kau tidak akan bisa berbicara dan bertemu dengan ayah lagi, entah sampai kapan ayah mampu menahan rasa sakit ini demi untuk bisa bertemu denganmu langsung, memberikan nasehat terakhir untukmu sebagai kepala rumah tangga, dan sebagai pengganti ayah nantinya. 

Ayah hanya berpesan padamu untuk tidak lupa akan ibadah dan keluarga, kau boleh kejar cita-cita dan impianmu diluar sana, tapi sebagai kepala rumah tangga jangan sampai lupakan ibu dan adikmu, kau hanya punya satu adik perempuan yang kini dia sudah beranjak dewasa, jaga dia, jangan sampai dia lepas kendali dan terlalu bebas bergaul dengan duaniwi diluar sana, tetap kalian ingat akan Allah sang pencipta. Ayah juga minta jaga ibumu, jangan biarkan dia kesepian tanpa ayah, beri dia semangat nak, dan sekarang kamulah yang mencari nafkah buat adik dan ibumu, kelak jika kau berumah tangga, tetaplah kau menjaga ibu dan adikmu sampai akhir hayatmu, maafkan ayah karena tak dapat menemani kalian lagi di dunia ini, ayah berharap kau bisa menjadi seorang pemimpin dalam rumah tangga yang baik buat istri dan anakmu kelak, dan menjadi kepala rumah tangga buat ibu dan juga adikmu. Maafkan ayah karena memberikan beban yang berat padamu. Ayah sayang kalian. Wassalam."

Air mataku terus menerus mengalir, dan aku pun berjanji akan menepati semua keinginan dan harapan ayah padaku.

Writter by N. Yahya

Related Posts:

0 Response to "Surat Terakhir Ayah"

Post a Comment