Jangan Marah Istriku

Ratna membantingkan piring tepat di hadapanku, saat itu aku benar-benar terkejut dengan tindakannya. Aku tidak pernah melihat istriku bersikap seperti itu. Dengan perlahan aku mencoba mendekati istriku dan bertanya kenapa dia bersikap seperti itu.

"Istriku, apa yang terjadi denganmu, masalah apa yang membuatmu jadi seperti ini?" Tanyaku.

Namun istriku tak menjawab pertanyaanku sama sekali, dia hanya bergumam, menunjukkan raut wajah yang penuh dengan amarah. Namun aku tetap bertanya hal yang sama padanya, dengan perlahan-lahan agar dia tidak semakin emosi. Setelah aku melontarkan pertanyaan yang sama secara terus menerus sebanyak 3 kali, barulah istriku mau menjawab semua pertanyaanku.

"Aku kesal, aku sedih dengan nasib hidupku selama ini setelah aku memutuskan untuk menikah denganmu." Jawab istriku.

Seketika aku terkejut mendengar jawaban dari istriku, aku terdiam dan terpaku seolah-olah aku di tusuk pisau dari belakang, yang membuatku tak menyangka ada serangan yang datang. Namun tak hanya itu, istriku terus mengatakan sesuatu yang gak pernah aku dengar selama ini, dia mengutarakan isi hatinya yang selama ini diam-diam dia pendam.

"5 tahun aku menikah denganmu, tidak pernah sedikit kebahagiaan yang aku dapatkan, aku rela menikah denganmu, meninggalkan semua kemewahan yang aku punya, serta karir yang aku jalani selama aku masih gadis dulu, tapi apa yang aku dapat sekarang, setelah aku menikah denganmu, dahulu aku dengan mudah dapat membeli baju, tas dan sepatu baru walau dengan harga yang sangat mahal, tapi sekarang jangankan barang yang mahal, membeli itu semua saja pun kau tak pernah berikan padaku, dahulu aku dapat dengan mudah makan makanan yang enak, aku tak harus bersusah payah untuk memasak buat mengisi perutku yang lapar, tapi sekarang aku justru harus memasak ini itu, bahkan aku juga harus berpikir keras untuk belanja buat makan sehari-hari, dahulu aku mampu membeli barang apa pun yang aku inginkan, namun sekarang membeli jam tangan saja aku tak mampu, bahkan untuk membeli elektronik keperluan rumah saja aku harus berhemat dulu, agar bisa membeli semua kebutuhan penting itu, aku lelah harus bersabar dalam hal materi, belum lagi mendengar ucapan keluargamu yang selalu mengkritik aku, yang mengatakan aku tak pintar memasak, mengurus rumah, dan aku tak bisa memberikan keturunan buatmu, apa salahku, apa dosaku hidup selama ini, beginikah rasanya menikah?" Istriku bertanya padaku.

Aku melihat wajahnya, dia menangis sambil menutupkan wajahnya, kelihatan dari wajahnya kalau dia benar-benar menyesal karena telah menikah denganku. Aku hanya bisa terdiam saat itu, menundukkan kepalaku dan berpikir kenapa setelah 5 tahun kami menikah, baru kali ini pertama kalinya dia mengatakan semua isi hatinya kepadaku, meskipun demikian aku tak bisa marah kepadanya, karena apa yang dikatakannya itu semuanya adalah benar, dan aku memang tak mampu memberikan apa pun yang dia inginkan selama kami menikah.

"Maafkan aku istriku, aku tidak tau bahwa kau merasakan hal sesakit ini selama menikah denganku, kau tau kalau aku bukanlah orang yang bergelimpang akan harta. Aku juga bukan pria yang mapan, aku hanya pria sederhana yang mencintaimu sepenuh hatiku. Saat ini aku hanya mampu memberikan nafkah seadanya padamu, hanya cukup makan buat sehari-hari kita. Aku sadari akan kemampuanku dan kelemahanku yang tak dapat menandingi kehidupan mewahmu itu, namun aku sangat bersyukur memiliki istri sepertimu, dengan penuh kesabaran kau alami kehidupan susah bersamaku tanpa sedikit pun kau pernah mengeluh kepadaku, kau lakukan tugasmu menjadi seorang istri dengan berusaha keras untuk bisa memasak dan membereskan rumah, meskipun dahulu kau tak pernah melakukan hal itu, kau tetap terus bersabar dan menahan diri untuk membeli barang-barang mewah, demi untuk menyimpan uang buat kebutuhan pokok kita sehari-hari, akan tetapi bukan salahmu jika kita belum memiliki keturunan, kita tidak bisa saling menyalahkan satu sama lainnya, sebab Allah lebih tau apa yang baik buat kita, Allah masih menguji kesabaran kita dengan memberikan kita rezeki yang cukup buat makan sehari-hari dan belum memberikan kita kesempatan untuk memiliki anak, taukah kau, semua keadaan kita seperti ini aku selalu bersyukur, karena Allah memberikan segala nikmat kepada kita, jangan lah kau marah dan emosi ketika ada orang yang mengkritikmu, dengan demikian berkat mereka lah kau bisa lebih pintar memasak dan melakukan segala hal, terima kasih telah menjadi istri yang soleha buatku." Ucapku.

Istriku terdiam, perlahan dia melihatku dengan penuh penyesalan atas segala kemarahannya kepadaku tadi. Namun dia tidak berkata-kata hanya diam memandangi diriku.

"Istriku, pergilah kau sholat, aku yakin kau pasti merasa lebih nyaman setelah kau sholat, sebab jangan biarkan setan menguasai dirimu dengan amarahmu itu, dan marilah kita sholat berjemaah." Pintaku.

Kami pun melaksanakan ibadah sholat berjemaah, setelah kami sholat istriku menyalamiku dan meminta maaf padaku, bahkan dia menangis dalam pelukanku.

"Suamiku, maafkan aku, maafkan aku yang tak pernah mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, aku tau aku penuh dengan kekurangan, karir yang aku banggakan tak kan mampu membuatku menjadi istri yang soleha. Karena itu aku menyadari bahwa Allah memberikan cobaan seperti hanya untuk menguji kemampuan kesabaranku, aku seharusnya bersyukur memiliki suami sepertimu, sebab apa pun kekuranganku kau tak pernah marah ataupun kesal kepadaku, setiap kali kau makan masakan yang tidak enak dari buatanku, kau tetap tersenyum bahkan menghabiskan makananmu demi membuat hatiku senang, dan kau selalu mengajarkanku untuk bisa memasak makanan yang enak, aku sadari tak pernah mengucapkan kata-kata yang kasar seperti itu sebelumnya padamu, hanya saja aku tak tahan mendengar banyak orang diluar sana yang senang mencibir kehidupan kita." Ucap istriku.

Aku pun langsung memeluk erat istriku dan menghapus air matanya.

"Jangan lah kau marah istriku, ini adalah sebagian dari cobaan yang Allah berikan kepadamu dan khususnya kepadaku sebagai imammu." Ucapku.

Saat itu aku jadi bisa lebih memahami isi hati istriku, dan aku merasa lega melihat senyumnya yang tanpa ada sandiwara di dalam wajahnya. Yang selama ini dia lakukan untukku dengan berpura-pura tersenyum bahagia.

Writter by N. Yahya

Related Posts:

0 Response to "Jangan Marah Istriku"

Post a Comment